Subscribe

Sabtu, Juli 04, 2009

DIRImu, DIRIku


Bagaimana Kedirian kita sebagai diri dan kehidupan kita atas kehidupan ini… Apakah bisa kehidupan ini berjalan tanpa arah, hampa dari makna?. Tentu tidak. Setiap detik yang berlalu adalah wadah dimana aksara akan kita tulis. Tiap huruf yang berbicara tentang diri kita sendiri. Yang akan bercerita dengan bahasa tanpa dusta. BEBAS! bebaskanlah diri dari segala tipu dunia, pribadi merupakan kunci terhadap segala permasalahan yang timbul di atas bumi maya persada ini. ide tentang pribadi akan memberi kita sebuah ukuran nilai, ia yang akan menetapkan masalah Kebaikan dan Kejahatan. yang memperkuat pribadi adalah baik ( kebaikan ) dan yang melemahkan adalah kejahatan ( jahat ). seni, agama dan etika mesti dinilai dari titik tolak kepribadian.
... abad ini adalah abad malaikat kematian
dengan merawatnya ala pencari nafkah ia cekik jiwamu
hatimu gemetar tatkala memikirkan perjuangan
hidup adalah kematian bila ruh jihad hilang dari badan
pendidikan telah membuatmu asing dari kegairahan bangsawan
yang mendorong cendikiawan bersikap berani
Tak kenal gentar
Alam menganugrahimu ketajaman mata elang
tapi perbudakan memberimu penglihatan seekor kelelawar.
( iQbal )

Ada lebih dari satu pilihan dalam aneka peristiwa. Sebab yang terjadi, selalu meminta respon. Respon dari kita manusia. Makhluk cerdas yang cerdik berapologi dan doyan berkoar pongah. Bagi saya, selama pilihan sikap yang ada masih mengandung nilai-nilai yang bisa dijadikan jembatan toleransi, maka tak ada alasan untuk bertengkar. Tak hendak saya berkata tentang tata nilai yang akan nisbi. Tak sama sekali. Tapi jika sebuah nilai persamaan bisa kita simpulkan – entah dengan tafsir atau adopsi satu makna dari sekian makna yang terkandung- mengapa mesti ngotot tentang truth claim. Sampai sini, sebenarnya saya ingin mengulang tentang pendekatan husnuzzon. Pola pendekatan yang bertolak menuju hati. Yang tak bisa kita tebak. Apalagi kita stempel. Jadi, kita pilih yang mana? Curiga, gegabah menilai, mengambil yang bukan hak, atau menyerahkan pada Yang Maha Mutlak tentang nilai yang akan diberikan?

Ambilah dari "Aku" risalah untuk kaum sufi
Kau adalah pencari Tuhan melalui butir-butir pikiran
"Aku" akan mengabdi bagaikan budak
Terhadap orang yang menghormati Dirinya sendiri
yang melihat Tuhan dalam dalam cahaya pribadinya.
Everything is test. Ini awalnya dari sebuah lakon. Sandiwara dengan sutradara. Namun bukankah interaksi di atas panggung kehidupan berdesain anggun ini tak ubah seperti lakon? Katakan saja kita terlahir dengan watak dan kekurangan masing-masing. Tapi bukanlah itu yang menjadi parameter. Standarnya adalah menentukan sikap atas apa yang kita punya. Atas apa yang menimpa kita. bukan malah ikut atau mengcopypaste seseorang.

Nyalakan api yang tersebunyi dalam debumu sendiri
debu orang lain tidak lah berarti


“Ternyata banyak pertimbangan tak hanya membuat kita lamban bertindak, tapi juga mendidik kita menjadi seorang pengecut”. Pernah seorang paduka raja berucap seperti itu. Ketika yang datang adalah kabar kekalahan. Sedang ia murung di tepi penyesalan yang tak mengembalikan apa-apa. Kecepatan bertindak dengan berfikir sambil jalan serta keberanian menanggung resiko ataukah berfikir matang sembari diam-diam merelakan satu dua kesempatan yang luput? Tak bisa saya pungkiri, bahwa saya berjalan seperti air yang mengalir. Terus dan terus. Hingga di muara air kan tergenang. Bagi saya ini bukan kepasrahan pada takdir. Tapi upaya menyesuaikan diri dengan segala ketika. Saya sadar, bahwa akan jarang langkah dan terobosan progresif yang akan lahir. Bagi saya, ketika damai dan sentausa berada di dunia, maka saat itulah dunia akan berakhir. Sebab, yang makmur dan sentausa bukan di dunia tempatnya, melainkan di syurga. Jadi hidup yang sulit, keringat yang lelah adalah habitat tak tetap yang mesti kita jalani. Agar kita lulus. Syukron



0 komentar:

Posting Komentar

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More